Senin, 26 November 2007

KEPADA PARA LELAKI

LIHAT DAN RASAKAN

aku bercerita pada kalian, para lelaki pencinta kehidupan. Lihatlah jalan putih di depanmu. Periksa sepatumu; kotor berdebukah? Atau kau merasa suci? Putuskan dengan hati, pikiran, keberanian, dan senyummu. Kau harus teguh saat melangkah. Kau adalah gunung berapi, siap mengguncang dunia. Peristiwa besar menyakitkan hati-jiwamu, jangan kau lari! Itu sejarah. Songsong yang lain. Kebahagiaan harus diperjuangkan. Bukan dengan cara mengemis minta belas kasihan, rendah diri, dan pasrah nasib! Kau akan teguh dan punya pendirian. Kau akan menemukan orang-orang yang mau berbagi rasa, cinta, dan ilmu. Yakinilah: orang baik ada di mana-mana. Dan wanita akan berteduh dan merasa aman di lelaki seperti ini.


Balada Si Roy 3

Rendez-Vous

Setelah pulang dari perjalanan jauh, pengembaraan yang belum lengkap, si bandel kini dihadapkan pada kenyataan hidup: mamanya sudah beranjak tua dan sakit-sakitan, sekolahnya telantar, dan yang paling menyebalkan : Dewi Venus disunting ke pelaminan oleh seorang pemburu!

Dewi Venus kawin! Begitu cepat segalanya berubah. Roy kini hanya bisa menghitung langkah, kegelisahan, dan kesepian yang merajamnya nanti. Setelah tahu begini, mesti pulang ke mana setelah lebih menggembara? Padahal dia pulang untuk mereguk kebahagiaan.

Ada seorang gadis cantik kini berdiri di sampingnya. Roy meliriknya. Dia sudah bisa menebaknya, tapi dadanya berguncang juga. Betapa bahagiannya dia, batinnya.

"Ini fotomu, Ani. Foto yang kamu berikan ketika saya berangkat avonturir dulu. Sudah lusuh dan bau keringat, ya? Saya memang jorok. Sori deh." Roy menyerahkan foto ukuran postcard itu.

"Simpan saja, Roy, kalau kamu ingin mengenangku".
"Saya ngga bisa. Ini sentimentil jadinya." Venus tersenyum. Masih sedikit dan tetap mahal seperti ketika dulu mereka bertemu. Mungkin itu senyumnya yang terakhir buat Roy. Dan Roy sangat menikmatinya.

Penghibur Lara

Bercermin dari roy

Nama aslinya Heri Hendrayana Harris. Tapi ia lebih dikenal sebagai Gola Gong, seorang pengarang yang karya-karyanya banyak bercerita tentang remaja dan anak muda. Salah satu tangannya diamputasi ketika di masa kecilnya ia membayangkan menjadi burung dan mencoba terbang dari pohon di halaman rumah bapaknya. Tapi itu tidak pernah menghalanginya menjadi pengarang yang produktif.

Balada si Roy adalah serial yang ia tulis di majalah tersebut. Bercerita tentang anak "kampung" dengan segala kesederhanaannya untuk menaklukkan Jakarta dan kemudian menjelajah nusantara, Balada si Roy menjadi pahlawan bagi remaja-remaja seperti aku yang tumbuh berkembang di kampung pinggiran dengan semua keterbatasan yang dipunyai. Pertemuan dengan orang-orang baru selama perjalanannya, tokoh Roy mengajak pembaca meyakini bahwa setiap manusia adalah unik.

Balada si Roy adalah antitesis dari film Catatan si Boy karya Zara Zettira yang sempurna dengan mobil mewah, gadis-gadis cantik, dan tentu saja, rajin mengaji! Roy kadang mempertanyakan keberadaan Tuhan. Roy naik kapal laut atau kereta api kelas ekonomi. Roy jatuh cinta pada gadis cantik tapi Roy juga patah hati. Roy tidak sempurna. Justru itu Roy menjadi nyata.

Bagaimana dengan “Balada si Roy"? Jujur, saya menyukainya karena ia adalah karya “orisinal”, benar-benar ditulis apa adanya. Potret remaja pada umumnya—termasuk saya juga, saat-saat masih berseragam putih abu-abu, yang sudah saya tanggalkan. Ya, hanya sesederhana itu alasan saya, mengapa saya menyukai “Balada si Roy"—karya fiksi (remaja) yang pernah dimuat secara bersambung di majalah remaja “Hai” akhir tahun 80-an ini.

saya hanya sekilas menatap cover “Area X”-nya Eliza V. Handayani, novel science fiction yang cukup heboh diperbincangkan di saat awal kemunculannya dulu. Tapi, maaf, saya tidak punya koleksi karya fiksi popular sekuler macam “Saman” dan “Larung”-nya Ayu Utami atau “Supernova”—nya Dewi Lestari. Saya belum “kuat” untuk membacanya—ya, gitu deh. Saya juga tidak memiliki satu seri pun dari “Harry Potter”-nya J.K Rowling. Saya belum pernah jatuh cinta membaca kisah si Raja Sihir itu.

Dan, mata saya terpaku menatap cover-cover macho “Balada Si Roy”